PENGANTAR REDAKSI
Memanfaatkan momen Hari Kesehatan Seksual Dunia, 4 September, LETSS Talk bekerjasama dengan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) mengadakan lomba menulis bagi pelajar SMP dan SMU dengan tema “Remaja dan Pendidikan Seks dan Seksual.” Kegiatan inklusif yang terbuka bagi remaja difabel dan non-difabel dan berlangsung sekitar 4 minggu (sebulan lamanya) masa “penerimaan” karya tulis in berhasil menerima 10 tulisan, 8 untuk tingkat SMU dan sisanya untuk tingkat SMP. Meski diberi nama “lomba”, kegiatan ini tidak sama sekali bertujuan sebagai kompetisi dalam arti pertandingan dan persaingan. Kegiatan ini lebih bertujuan sebagai observasi tentang situasi terkait akses para remaja terhadap pendidikan seks dan seksualitas dan isu-isu seks dan seksualitas lainnya. Dengan asumsi Pendidikan seks dan seksualitas sama sekali bukan mainstream dan masih jauh untuk bisa diakses para remaja kita, LETSS Talk tidak berharap akan mendapat kiriman karya tulis yang cukup banyak, dengan kualitas, baik dari segi isi dan teknis, yang semuanya “layak.” Dalam hal ini perlu ditegaskan, LETSS Talk tidak terlalu fokus atau menekankan “kualitas” baik dari isi maupun teknis tulisan yang dikirim para peserta. Kami memberi penghargaan yang sangat tinggi pada para remaja yang berkenan menyertakan karyanya dalam kegiatan ini, yang memberi informasi sangat penting bagi “situasi” akses para remaja terhadap isu seks dan seksualitas. Partisipasi dan tulisan yang mereka kirimkan menginspirasi berbagai ide dan pemikiran untuk membangun berbagai inisiatif demi menguatkan akses para remaja terhadap berbagai pengetahuan dan informasi terkait seks dan seksualitas –yang memang menjadi “tanggungjawab” kita.
Di website ini dan juga di FB Page LETSS Talk, LETSS Talk telah menerbitkan dua tulisan, yaitu “Yess, Aku Remaja dan Menjalani Masa Pubertas dengan Gembira!” karya Alyaa Khofifah Putri Hardana, Juara 1 tingkat SMP, dan Difabel maupun Non-Difabel, Semua Remaja Perempuan Itu Rentan Mendapatkan Pelecehan Seksual” karya Nabila May Sweetha, juara 1 tingkat SMU. Tulisan berikut adalah karya Rezki Try Ulva yang merupakan juara 2 tingkat SMU. Kami akan menerbitkan tulisan peserta lain, yang sudah mendapatkan persetujuan publikasi dari orang tua atau wali yang bersangkutan.
Happy reading and learning!

Rezki Try Ulva
SMALB A YAPTI Makassar.
Halo, sahabat sekalian, salam kenal ya!
Ya, pada kesempatan ini, saya akan mencoba sedikit mengulas tentang seks pada remaja, dan mengumpulkan data-data, serta menuliskannya. Haha, nah, kalau begitu, mari kita simak dan cermati hasil pengamatan di bawah!
Apakah sebenarnya yang dimaksud remaja itu?
Remaja merupakan proses di mana terjadinya masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yakni meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan menuju dewasa. Rentang masa remaja sendiri adalah pada usia remaja, yaitu usia 12 sampai 18 tahun.
Menurut para ahli, fase remaja adalah fase peralihan dari anak-anak menuju masa remaja. Karakteristik yang dapat dilihat, ialah pada perubahan fisik dan perubahan psikis. Perubahan fisik yang bisa dilihat, misalnya pada anak laki-laki ialah tumbuhnya kumis, tumbuhnya jakun dan perubahan suara yang semakin dalam. Sedangkan, perubahan pada anak perempuan, semisal semakin berkembangnya panggul, membesarnya payudara dan suara semakin melengking. Perubahan psikis itu sendiri, semisal pemikiran semakin logis, abstrak dan idealistis. Periode ini disebut masa pubertas. Yaitu suatu kematangan postur tubuh yang semakin bertambah, berat badan yang semakin bertambah serta kematangan alat reproduksi yang semakin pesat.
Menurut saya, saat seperti inilah biasanya para orang tua mulai muncul sikap kewaspadaan pada anak mereka, terlebih lagi yang memiliki anak perempuan, sebab sudah banyak terjadi anak remaja perempuan yang hamil di luar nikah. Apalagi di zaman milenial yang serba dipenuhi dengan berbagai teknologi ini, anak remaja dengan mudah mendapatkan informasi melalui internet dan jejaring sosial lainnya, seperti video-video seks atau pornografi yang ada di YouTube dan tontonan yang ada di televisi.
Menurut data World Halt Organization (WHO), 33 persen remaja di Indonesia melakukan hubungan seks. Sedangkan, menurut penelitian yang dilakukan oleh Kemen Kes RI, dari hasil tersebut, 58 persennya melakukan penetrasi diusia 18 sampai 21 tahun. Dan 2,3 juta kasus aborsi per tahun sebesar 30 persen dilakukan oleh remaja.
Nah, dari data-data di atas, telah diketahui, bahwa beberapa tahun terakhir ini sudah banyak remaja yang mengalami masalah yang berkaitan dengan seks dan seksualitas dan tidak adanya informasi tentang hal tersebut.
Dan saya berpendapat bahwa salah-satu faktor yang paling mendukung, ialah kurangnya perhatian dari kedua orang tua. Kesibukan dalam bekerja, terkadang menyita banyak waktu sehingga anak kurang mendapatkan perhatian serta pengawasan. Terlebih pada saat dalam lingkungan baru yang ditemui ketika mulai memasuki masa remaja, sehingga terjadilah saling kompromi dan saling memperngaruhi antar teman misalnya mulai melawan atau tidak patuh kepada kedua orang tua. Mereka berfikir jika telah melawan atau tidak mengikuti aturan yang diberikan akan memudahkan mereka untuk berbuat apasaja, termasuk berpacaran seenaknya tanpa aturan sehingga terjadilah kasus kehamilan remaja.
Mengapa bisa seperti itu, apakah memang sepenuhnya berasal dari kesalahan orang tua, ataukah juga betul-betul didukung oleh faktor lingkungan sekitar?
Ya, menurut saya, tak perlulah kita saling mencari kesalahan, namun berusaha meningkatkan taraf pendidikan mereka, terutama dalam pendidikan agama dan pendidikan tentang seks dan seksualitas agar mereka memahami konsekuensi dari apa yang mereka perbuat serta dosa yang akan mereka tanggung di hari kemudian. Kenyataannya seperti yang kita lihat sekarang, rasa keingintahuan anak yang terlalu dalam menyebabkan mereka akhirnya nekat melakukan hubungan seks di usia muda dan tanpa pengetahuan sama sekali.
Menurut saya, dampak dari semua itu bisa mengakibatkan banyak kerugian seperti hilangnya harga diri pada remaja, prestasi-prestasi pun akan ikut menurun, sehingga mereka pun dikucilkan dan terbuang dari keluarga tercinta. Jadi, sungguh naas-lah nasib para generasi bangsa sebab lagi-lagi masa depan mereka terenggut oleh keegoisan mereka sendiri, orang tua serta lingkungan sekitar.
Menurut data Kementrian Kesehatan RI, ada 58% Remaja Putri yang hamil di luar nikah berniat aborsi. Menurut penjelasan dari petugas Kepolisian yang membawa bungkusan plastik yang diduga bakal janin yang didapatkan dari dalam lubang septic tank klinik aborsi di jalan Medan-Binjai km 13,5 Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (9/5), Polisi mengamankan dua orang Dokter umum (pemilik klinik), empat orang perawat dan seorang pasien yang sedang opname untuk pemulihan usai melakukan aborsi. Sri Purwatiningsih, menjelaskan survei itu dilakukan untuk menganalisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Menurutnya ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam survei tersebut.
Menurutnya, pada skala nasional terdapat penurunan angka fertilitas remaja, yakni 51 dalam 1.000 kelahiran (SDKI 2007) menjadi 48 dalam 1000 kelahiran (SDKI 2012). “Namun, kalau dilihat per daerah atau provinsi maka terjadi variasi angka. Masih ada wilayah dengan angka perkawinan remaja yang cukup tinggi.” Jelasnya.
Kedua, lanjutnya, tindakan remaja saat hamil secara tidak diinginkan, hasil analisisnya cukup mengkhawatirkan yaitu 6,4 persen diantara mereka mencoba aborsi namun gagal, sementara yang meneruskan kehamilannya ada 33 persen. Purwatiningsih menegaskan, persoalan ini harus menjadi perhatian bersama, sebab para remaja perempuan karena belum punya surat nikah, kerap sulit mengakses layanan kesehatan. Selain itu, masalah lain yang akan timbul antara lain menghadapi respon kurang baik dari petugas kesehatan. “Bagaimanapun, kehamilan pada remaja sesungguhnya memiliki efek beruntun.” tuturnya. Selain itu, kata peneliti ini, banyak remaja karena hamil di luar nikah mengalami stres dan kekurangan zat besi. “Ini tentu berdampak terhadap kondisi bayi yang dilahirkan, misalnya berat badan bayi kurang.” jelasnya.
Menurut saya, jika dihubungkan dalam Islam, jelas Allah SWT akan murka, sebab kita tahu bahwa setiap perbuatan pasti ada ganjarannya. Apalagi bagi orang yang berniat melakukan aborsi. Jika pelaku belum menyanggupi dirinya untuk membina bahtera rumah tangga atau masih ingin bebas dikarenakan merasa jika dirinya masih terlalu muda, hendaknya dipikirkan akibatnya misalnya memaksa pasangannya untuk melakukan aborsi, karena belum siap mental untuk berumah tangga, dan takut jika diketahui akan mencoreng nama baik keluarga.
Dengan diketahui ada anak perempuan sedang hamil, sementara dia masih remaja, seakan melemparkan sebuah kotoran di wajah keluarga, terutama kedua orang tua. Sebab orang yang mendengarnya, pasti akan mencemooh keluarga, mengatai, bahwa orang tuanya tidak becus mengurus anaknya. Akhirnya, tak jarang tekanan batin sering terjadi, jika tak ada lagi yang dirasa mampu menerima keadaan, hingga sering terjadi depresi yang berkepanjangan. Akhirnya prilaku seks yang tidak terkontrol dan tanpa pengetahuan akan dapat menimbulkan penyakit, seperti penyakit kelamin, HIV dan kanker mulut rahim.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016, terdapat lebih dari 40000 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering terjadi pada pria dan wanita, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang. Data terakhir Kemen Kes RI menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di Indonesia.
Menurut saya, tak ada masalah tanpa adanya solusi untuk menyelesaikannya. Maka dari itu, keluarga dituntut untuk lebih aktif lagi dalam memberikan pemahaman kepada anak, sehingga mereka mampu terhindar pengaruh dari lingkungan yang buruk. Dan memberikan batasan waktu untuk keluar rumah. Di samping itu, si anak bisa didukung dengan mencoba mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan positif, semisal mengikuti kursus Bahasa Inggris dan kegiatan bimbel lainnya.
Selain pemaparan di atas, seks bebas yang tak lazim untuk dilakukan ini memiliki dampak yang teramat sangat untuk ditakuti para orang tua sebab dapat merusak mental, moral, kondisi psikologi dan kesehatan reproduksi anak. Data di Tulung Agung menyebutkan, bahwa ada 10 mahasiswa yang terjangkit aids karena keseringan gonta-ganti pasangan. Menurut saya, dari sinilah kita bisa melihat bahwa keseringan melakukan hubungan seks serta gonta-ganti pasangan, bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang lain.
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah-satu masalah kesehatan reproduksi yang disebabkan perilaku seksual yang tidak aman. Data World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari satu juta orang terkena PMS setiap harinya dan 357 juta kasus terjadi setiap tahun. Di Indonesia sendiri pada tahun 2016 terjadi 41.259 kasus PMS. Penyakit menular seksual ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya paparan media, kedekatan keluarga, serta pengetahuan individu mengenai PMS.
Penularan PMS dapat dicegah dengan perilaku seks yang aman, namun hal ini masih kurang efektif, jika dibandingkan dengan menghindari perilaku seksual yang beresiko. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan, bahwa 62,7 persen siswa di Indonesia mempunyai perilaku seksual yang beresiko tinggi. Perilaku seksual yang beresiko ini biasanya dipicu oleh lingkungan sosial, paparan media tentang pornografi, kedekatan keluarga, dan pengetahuan individu tentang PMS.
Penelitian cross sectional yang dilakukan pada anak kelas 11 di salah-satu sekolah di Surakarta, Jawa Tengah mendapatkan hasil, bahwa 7,4 persen anak termasuk dalam resiko tinggi penularan PMS. Pada penelitian ini siswa diberikan kuisioner tentang keluarga, paparan media, serta pengetahuan seksual dan perilaku. Hasilnya semua variabel mempunyai korelasi yang signifikan dengan perilaku yang beresiko terjadi penularan PMS. Tingginya paparan media pornografi, kurangnya kedekatan keluarga, dan kurangnya pengetahuan tentang PMS meningkatkan perilaku seksual yang beresiko.
Menurut saya, permasalahan seks pada remaja ini adalah permasalahan serius. Untuk itu, sejak dini orang tua harus memberikan pengetahuan dan Pendidikan seks dan seksualitas, menanamkan nilai-nilai luhur tentang budaya dari daerah yang menjadi kediaman mereka dan membekali dengan ilmu sebab dari situlah awal karakter dan pemahaman anak bisa terbentuk. Remaja adalah yang harapan bangsa yang nantinya akan menggantikan para pendahulu untuk memajukan negara yang berdaulat ini.
Lalu untuk menuntaskan itu semua tentu saja tidak bisa dengan solusi yang pragmatis dan cepat, tapi harus secara menyeluruh. Islam pun telah mengajarkan kepada semua tentang aturan-aturan pergaulan yang tidak mengekang dan tidak pula membebaskan begitu saja.
Kesimpulan
Terjadinya seks bebas di kalangan remaja dikarenakan banyak faktor, yang paling utama adalah pesatnya perkembangan jaman. Hal tersebut membuat pergaulan menjadi bebas, sehingga banyak remaja yang bergaul tanpa batasan dan etika. Dari faktor-faktor penyebab seks bebas yang terurai di atas, dapat diketahui bahwa hal–hal tersebut harus diperhatikan dan harus dihindarkan dari remaja. Mengetahui dari dampak-dampak yang dihasilkan seks bebas, ternyata itu sangat mempengaruhi masa depan remaja. Bayangkan apabila seorang remaja yang hamil akibat seks bebas itu dengan terpaksa harus putus di bangku sekolah akibat ulahnya. Bilamana seorang remaja ternyata terinfeksi oleh penyakit HIV, pastilah remaja itu harus diasingkan agar tidak menularkan penyakit. Dari dampak-dampak di atas, diketahui bahwa ada baiknya remaja dari sedini mungkin sudah diberikan pemahaman yang benar mengenai seks bebas dan pentingnya pendidikan seks dan seksualitas bagi remaja. Perlu ada dan diingatkan terus untuk melakukan refleksi dan komunikasi agar nantinya remaja tersebut mengerti mengenai seks bebas dan paham dengan resiko atau bahaya yang ditanggung apabila melakukannya.